Tuesday, October 12, 2010

LBM 3-HIPERSENSITIVITAS (2)

Step 7
1. Penanganan dan Pencegahan alergi :
- Menghindari zat yang dicurigai sebagai allergen, kemudian setelah gejala hilang dianjurkan untuk kembali zat tersebut.
- Melakukan tes alergi dan melihat riwayat keluarga serta riwayat frekuensi serangan terjadi alergi
- Menjaga kelembaban ruangan dengan mengatur sirkulasi angin dan udara
- Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti sprei sedikitnya seminggu sekali
- Membersihkan pekarangan dan memastikan tidak ada tumpukan sampah dan genangan air yang akan menjadi tempat timbulnya jamur
- Konsultasi dengan dokter untuk mengetahui allergen-alergen yang harus dihindari
- Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh ibu
- Pemberian makanan padat dini dapat meningkatkan risiko timbulnya alergi pada bayi
- Pemberian ASI Eksklusif 6 bulan dapat mencegah alergi pada bayi

2. Farmakologi dan farmakokinetik Anthihistamin :
- Anthihistamin generasi pertama :
1. Alergi ; totosensitivitas, shock anaphilaksis, ruam, dan dermatitis
2. Kardiovaskuler ; hipotensi postural, palpitasi, reflex takikardia, thrombosis vena pada sisi injeksi ( IV Prometazin )
3. Sistem saraf pusat ; drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung, reaksi ekstrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal epigastrik diskess, anoreksia, rasa pahit ( nasal spray )
5. Genitourinari ; urinary frequency, dysuria, urinary retention
6. Respiratory ; dada sesak wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning
- Anthihistamin generasi kedua dan ketiga :
1. Alergi ; fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis
2. SSP ; mengantuk, sakit kepala, fatique, sedasi
3. Respiratory ; mulut kering
4. Gastrointestinal : nausea, vomiting, abdominal distress
Kontraindikasi
-Antihistamin generasi pertama :
Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara structural, bayi baru lahir, premature, ibu menyusui, narrolo-angle glaucoma, sensing peptic ulcer hipertropi prostat symptomatic, bladder neck obstruction, penyumbatan pyioroduodenal, gejala saluran atas naas, pasien tua
-Anthihistamin generasi kedua dan ketiga :
Hipersensitif terhadap anthihistamin khusus atau terkait secara structural
Indikasi :
-Anthihisamin generasi pertama :
Rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, alergi konjungtivitas, urtikaria, hipersensitivitas type I, terapi anaphilaksis adjuvant
-Anthihistamin generasi keua dan ketiga :
Perennial allergic rhinitis, seasonal allergic rhinitis, chronic idiopatic urticaria
Jenis Anthihistamin :
1. Antagonis reseptor histamine H1
Untuk mengobati alergi
Cont : difenhidramina, loratadina, desioratudina, medizine, prometazina
2. Reseptor histamine H2 ( khususnya di sel-sel parietal )
Untuk meningkatkan sekresi asam lambung, sedangkan anthihistamin H2 berguna untuk mengurangi sekresi asam lambung
Cont : simetidina, famotidina, ranitidine, nizatidina, roxatidina
3. Antagonis Reseptor Histamin H3
Sebagai stimulant dan memperkuat kemampuan kognitis
Cont : ciproxifan, clobenpropit
4. Antagonis reseptor Histamin H4
Berkhasiat sebagai imunomodulator dan sedang diteliti sebagai antiinflamasi dan analgesic
Cont : tioperamida

3. Macam – macam alergi :
1. Type I ( Reaksi anaphilaksis dini )
Setelah kontak pertama dengan antigen – antibody. Dalam proses ini zat-zat mediator ( histamine, serotonin, bradikinin, SRS ) akan dilepaskan sirkulasi tubuh. Jaringan yang terutama bereaksi terhadap zat-zat tersebut ( otot- otot polos ) yang akan mengkerut ( berkontraksi ), dan terjadi peningkatan permeabilitas (ketembusan) dari kapiler endothelial, sehingga cairan plasma darah akan meresap keluar dari pembuluh ke jaringan yang mengakibtkan pengentalan darah dengan efek klinisnya hipovolemia berat. Gejala yang timbul adalah shock anaphilaksis, urtikaria quincke, rhinitis vaso motorica
2. Type II ( Reaksi Imun Sitotoksis )
Terjadi antara antibody dari kelas IgE dan IgM dengan bagian-bagian membrane sel yang bersifat antigen, sehingga mengakibatkan terbentuknya senyawa komplementer cont : reaksi setelah tranfusi darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia hemolitis, leukopeni, trombopeni dan penyakit-penyakit autoimun
3. Type III ( Reaksi Berlebihan oleh kompleks imun )
Merupakan reaksi inflamasi local setelah penyuntikan intrakutan atau subkutan kedua dari sebuah allergen. Proses ini berlangsung di dinding pembuluh darah. Dalam reaksi ini terbentuk komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan terjadinya kematian atau nekrosis jaringan. Contohnya : fenomena arthus, serum sickness, lupus eritematodes, arthritis rematoida
4. Type IV ( Reaksi Lambat Tuberkulin )
Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari setelah terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t limfosit yang telah tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamotoris atau peradangan seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid pembuluh-pembuluh yang bersangkutan. Contohnya ; reaksi tuberculin ( pada tes kulit tuberkulosa ), contact erzema, contact dermatitis, penyakit autoimun

4. Askep :
Pengkajian :
- Pemeriksaan dan anamnesis riwayat pasien
- Riwayat alergik pada pasien dan keluarga
- Data subjektif mengenai apa yang dirasakan pasien sesaat sebelum gejala muncul:
Diagnosis :
1. Alergi lateks respons
Definisi : respon alergi terhadap produk lateks karet alam
NOC : Kontrol kekebalan hipersensitif
Gejala keseriusan
NIC : Kenali masalah
Hindari paparan terhadap lateks
Menginformasikan ahli bedah dan perawat ruang operasi
Bersiaplah untuk mengobati anaphilaksis
Waspada pasca operasi dan mengatur follow-up care
2. Resiko alergi lateks respons
Definisi : resiko untuk mengalami respon alergi terhadap produk lateks


Factor resiko : alergi terhadap buah tropis
Riwayat alergi
Riwayat astma
NOC :Control hipersensitivitas system imun; tingkat respon imunitas yang tidak tepat
Pantau keparahan gejala : tingkat perubahan fungsi fisik, emosi dan social
NIC : Melakukan menejemen nyeri :
1. identifikasi adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan dan gigitan serangga
2. jauhkan pasien dari bahan-bahan yang terbuat dari karet. Termasuk pakaian,selimut, dan alat-alat kesehatan dari lateks
3. Apabila tidak memungkinkan upayakan tidak ada kontak langsung dengan bahan dari lateks
Melakukan tindakan pencegahan :
1. fasilitasi lingkungan yang bebas dari bahan lateks.
2. Monitor tanda dan gejala respon sistemik dari alergi
3.Ajarkan pasien dan keluargauntuk mengenal dan menghindari alergi lateks
4. Rujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut

No comments:

Post a Comment