Monday, October 18, 2010

PERAN (ROLE)

Sumber: Fundamental Keperawatan Potter and Perry
v  Definisi Peran : pola perilaku seseorang dalam kelompok social atau situasi tertentu / harapan / standar perilaku ditetapkan melalui sosialisasi.

v  Sosialisasi merupakan proses penerimaan perilaku yaitu:
1.       Reinforcement-extinction: perilaku tertentu yang harus dilakukan atau harus dihindari.
2.       Inhibisi: memperbaikai perilaku.
3.       Subtitusi: mengganti perilaku yang member kepuasan pribadi yang sama.
4.       Imitasi: mendapat pengetahuan, ketrampilan, perilaku dari anggota social atau cultural.
5.       Identifikasi: memasukkan keyakinan, perilaku, nilai menjadi ekspresi diri yang unik dan personal.

v  Agar peran menjadi efektif, seseorang harus:
1.       Mengetahui perilaku dan nilai yang diharapkan.
2.       Mempunyai kenginan dan untuk memastikan perilaku dan nilai
3.       Memenuhi tuntutan peran.

v  PERAN à untuk memenuhi harapan orang lain. Jika tercapai maka akan mendapat penghargaan. Jika tidak tercapai maka akan tidak diterima.

v  Contoh perubahan konsep diri berhubungan dengan PERAN:
-          Tidak ada definisi tentang peran
-          Deficit fisik/emosional/kognitif yang menghambat penerimaan peran.
-          Keterbatasan untuk melakukan peran.
-          Ketidakmampuan menjadi ibu bagi seorang anak.
-          Kehilangan peran yang memuaskan.

v  Stressor PERAN
Sepanjang hidup, manusia mengalami perubahan peran. Perubahan tersebut antara lain:
·         Transisi perkembangan : perubahan normal berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi.
·         Transisi situasi : terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau teman dekat meninggal atau orang pindah rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan.
·         Transisi sehat sakit : gerakan dari keadaan sehat atau sejahtera ke arah sakit atau sebaliknya.

v  Macam Gangguan Peran
1.       Konflik Peran (Role Conflict)
·         Definisi: tidak adanya kesesuian harapan peran (Broadweel,1983). Keadaan dimana seseorang mengalami ketidaksesuaian harapan dalam satu peran atau lebih yang dipegang secara berkelanjutan.
·         Missal: wanita paruh baya punya anak remaja dan harus merawat orangtuanya di rumah. Konflik dapat terjadi jika harus berinteraksi bersamaan.
·         Jenis konflik peran:
a.       Konflik intrapersonal
è Terjadi jika satu orang atau lebih memiliki harapan yang berlawanan secara individu dalam menjalankan peran yang sama.
è Misal: ibu A dan ibu B memiliki perbedaan besar dalam cara menrawat anaknya.
b.      Konflik antarperan
è Terjadi jika tekanan/harapan yang berkaitan dengan satu peran melawan tekanan/harapan yang saling berkaitan.
è Missal: pria yang bekerja 10-12 jam sehari mungkin memiliki masalah jika istrinya menuntut dirinya berada dirumah bersama keluarga.
c.       Konflik personal
è Terjadi jika tuntutan peran melanggar nilai personal individu.
è Missal: perawat yang mendukung penyelamatan hidup dihadapkan pada klien yang menolak tindakan terapi penyembuhan.

2.       Ambiguitas Peran (Role Ambiguity)
·         Definisi: mencakup harapan peran yang tidak jelas. Keadaan dimana seseorang memiliki harapan peran yang tidak jelas dan merasa tidak mampu memprediksi hasil dari perilaku.
·         Ekspresi: menegangkan dan membingungkan.
·         Umumnya terjadi pada masa remaja
è Remaja mendapat tekanan dari orang tua, teman sebaya, orang dewasa, namun tetap dalam peran anak yang bergantung.
·         Atau terjadi pada situasi pekerjaan
è Suatu perubahan kompleks dan cepat, tuntutan organisasi.

3.       Ketegangan Peran (Role Strain)
·         Definisi: keadaan frustasi atau cemas secara umum yang disebabkan oleh stress konflik dan ambiguitas peran. Merupakan peepaduan konflik peran dan ambiguitas peran.
·         Ekspresi: perasaan frustasi karena merasa tidak sesuai dengan peran.
·         Berhubungan dengan stereotype peran gender:
è Wanita yang memegang posisi laki-laki dianggap tidak kompeten, kurang obyektif, kurang berpengetahuan. Sehingga wanita berkompetisi.
è Laki-laki yang memegang posisi wanita menghadapi bias gender, mempertanyakan maskulinitas mereka.
·         Peran sakit, berhubungan dengan:
a.       Konflik peran: harapan masyarakat (jaga dirimu) dengan harapan rekan kerja (harus menyelesaikan pekerjaan), menyyebabkan terjadinya ketegangan peran.
b.      Ambiguitas peran: orang sakit diharap ikut aktif agar cepat sembuh. Namun pada klien dengan sakit kronis, butuh waktu lama untuk sembuh.
·         Kelebihan beban peran:
è Jika seseorang individu tidak mampu memutuskan tekanan mana yang harus dipatuhi karena jumlah tuntutan yang banyak dan konflik prioritas.
è Harapan dari berbagai peran yang tumpah tindih.

Tuesday, October 12, 2010

LBM 5-Neurovaskuler Peripheral Disease (2)

Step 7
1. Penyebab kontraktur pada luka bakar
- Jarang digerakkannya anggota tubuh yang terkena luka bakar
- Menurunnya intake nutrisi
- Jaringan yang terkena luka bakar memendek
- Terjadinya jaringan parut sehingga sendi sulit digerakkan

2. Hubungan parestesi dan kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika luka bakar sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan memendek karena gaya yang di timbulkan sel-sel fibroblast dan fleksi otot dalam proses kesembuhan luka yang dialami.
Gaya lawan yang ditimbulkan, traksi dan pengaturan posisi serta latihan gerak yang bertujuan harus digunakan untuk melawab deformitas pada luka bakar yang mengenai sendi.

3. farmako dan non farmakologi kontraktur

Non farmakologi kontraktur:
a. konservatif : lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputu:
1) proper positioning pada luka, sebagai berikut:
 leher : ekstensi/iperekstensi
 bahu : abduksi, rotasi eksternal
 antrebalis : supinasi
2) exercise : tujuannya untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur
 free active exercise : latihan yang dilakukan penderita sendiri
 isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi
3) stretching
4) splinting/branching
5) pemanasan dengan pemberian ultra sound selama 10 menit atau lapangan.
b. Operatif : pilihan terakhir bila pencegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan.
1) Z plasty/S-plasty : indikasi operasi itu bila kontraktur dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak.
2) Skin graft : indikasinya bila ditemukan jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan inisiasi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan ekstensi jaringan parut secukupnya. Jahitan harus berhati-hati pada ujung-ujung luka lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari kesepuluh dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
3) Flap
4. Gangguan neurovaskular
Macam-macam ganngguan neurovaskuler:
- Aneurisme
Penonjolan abnormal dinding arteri menyebabkan aneurisme. Aneurisma dapat terbentuk di setiap bagian dari tubuh, tetapi hanya aneurisma otak-satu yang mempengaruhi arteri memasok otak dapat menyebabkan stroke. Kondisi ini diperparah dengan hipertensi, penuaan dan aterosklerosis. Jika suatu aneurisma pecah, darah mengalir ke otak, atau membran pelindung yang mengelilingi otak yang disebut ruang subarachnoid. Aneurisma otak yang dikenal sebagai pendarahan subarachnoid aneurysmal adalah keadaan darurat medis.
- Malformasi arterivenosa
- Carotid Artery Disease
Penyakit Arteri karotis adalah penyumbatan atau penyempitan pembuluh arteri, sumber utama aliran darah dari jantung ke otak. Pembuluh arteri menjadi diblokir (tersumbat) atau menyempit (stenosis) karena beberapa jenis penyakit. Penyebab paling umum adalah aterosklerosis, pengerasan atau penebalan dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh plak atau lemak. Deposito ini dapat mencegah aliran darah yang memadai ke otak sehingga menyebabkan berbagai komplikasi termasuk stroke.
- Carotid-Cavernous Fistula (CCF)
- Cerebrovascular Ischemia
- Moya Moya Disease
Moya Moya adalah kelainan langka yang tidak pasti menyebabkan yang mengarah ke ireversibel penyumbatan pembuluh darah utama ke otak saat mereka masuk ke dalam tengkorak. Sumbatan ini cenderung menyebabkan stroke atau serangan jantung. Proses penyumbatan (oklusi vaskular) setelah mulai cenderung untuk terus meskipun manajemen medis diobati dengan operasi.
- Vasospasm
Efek samping yang berbahaya dari perdarahan subarachnoid yang menimbulkan iritasi pembuluh darah di permukaan otak yang menyebabkan mereka untuk menyempitkan menentu, memotong aliran darah.
- Malformasi vena Galen
VGM adalah kondisi yang sangat langka yang mempengaruhi pembuluh darah otak. Yang terjadi selama perkembangan embrionik, yang tidak normal VGM hubungan antara arteri dan mengalir dalam pembuluh darah otak. Kondisi normal arteri dan vena ini dihubungkan oleh kapiler yang berfungsi untuk memperlambat aliran darah melalui otak, yang memungkinkan pertukaran yang diperlukan oksigen dan nutrisi. VGM itu tidak memiliki kapiler, sehingga aliran darah sangat cepat dapat meningkatkan kerja jantung. Berlebihan menyebabkan ketegangan pada jantung, hasilnya bisa gagal jantung, yang merupakan gejala paling umum dari penyakit ini. Para aliran darah tinggi juga dapat mengganggu drainase darah normal dari otak, yang dapat menyebabkan perkembangan hidrosefalus.
- Stroke
Stroke adalah suatu kondisi di mana pasokan vital darah dan oksigen yang menuju ke otak tiba-tiba terganggu. Sebuah stroke dapat merusak jaringan otak dan menyebabkan hilangnya beberapa fungsi fisik dan mental dikendalikan oleh area cedera otak. Stroke terjadi bila pembuluh darah arteri atau mengarah ke atau di otak tersumbat atau pecah. Ada dua jenis stroke, stroke iskemik (pemblokiran) dan hemorrhagic stroke (pendarahan).
- Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi bila pembuluh darah yang mensuplai otak tersumbat darah, tiba-tiba menurun atau menghentikan aliran darah dan akhirnya menyebabkan sel-sel otak mati dan beberapa fungsi tubuh menjadi terganggu. Stroke semacam ini menyumbang sekitar 80 persen dari semua stroke. Ada dua jenis iskemik atau gumpalan-menyebabkan stroke, thrombotic dan emboli. Sebuah thrombotic stroke terjadi ketika gumpalan darah terbentuk dalam arteri yang memasok darah ke otak. Sebuah stroke emboli terjadi ketika sebuah plakat fragmen atau perjalanan gumpalan darah ke otak dari jantung atau arteri lain memasok otak. Jenis penyumbatan dalam arteri mungkin disebabkan oleh aterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah yang disebabkan oleh kolesterol atau plak build-up.
- Hemorrhagic Stroke
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak pecah atau robek. Jangka panjang tekanan darah tinggi dapat melemahkan pembuluh darah di otak dan akhirnya menyebabkan hemorrhagic stroke (pendarahan otak).

5. Neurovaskuler normal

- Vasokontriktor : lokasi bilateral bagian anterolateral medulla bagian atas
- Vasodilator : bilateral di bagian anterolateral dari separuh bawah medulla
- Sensor : lokasi di bawah solitaries bagian posterior medulla pons bagian bawah.
Neuron dari daerah ini menerima sinyal sensoris dari nervus dan glosofaringeus.
 Keluar kemudian mengendalikan daerah vasokontriktor dan vasodilatator serta mengendalikan sistem sirkulasi.

6. Mekanisme kesemutan
Kesemutan terjadi karena terlalu bertumpu atau tertekan (kaki yang lama di tekuk atau posisi salah).
 Gangguan saraf tepi (perifer)
Syaraf di luar otak bisa dipengaruhi:
1. Tekanan sehingga aliran darah tidak lancar
2. Gangguan metabolisme (misalnya, diabetes)
3. Infeksi jaringan ikat
4. Gangguan pada pembuluh darah
5. Kurang vitamin B 12
Kesemutan atau paresthesia merupakan sensasi spontan yang abnormal pada daerah persyarafan tertentu. Secara normal manusia bisa merasakan sensasi tertentu setelah ada rangsangan atau stimulus yang sesuai. Contoh, meraba, merasa, menyentuh, menekan, nyeri, dan sebagainya.
Sensasi baru muncul ketika ada stimulus dan sensasi tersebut harus sesuai stimulus
Pada paresthesia, sensasi muncul spontan tanpa ada stimulus. Bisa berupa rasa panas seperti terbakar, tidak enak, kesemutan, seperti ditusuk-tusuk. Untuk itulah gejala parasthesia biasa dijumpai pada berbagai penyakit yang mengenai saraf khusunya saraf perifer.

TAMBAHAN
Kesemutan atau parestesia dalam ilmu kedokteran, adalah sensasi pada permukaan tubuh tertentu yang tidak dipicu rangsangan dari dunia luar. Sebenarnya parestesia adalah sensasi rasa dingin atau panas di suatu bagian tubuh tertentu, atau sensasi rasa dirambati sesuatu. Parestesia itu timbul bila terjadi iritasi pada serabut saraf yang membawa sensasi kesemutan.
Kesemutan terjadi jika syaraf dan pembuluh darah mengalami tekanan Misalnya, saat duduk bersimpuh atau menekuk kaki terlalu lama, maka syaraf dan aliran darah terganggu. Umumnya kesemutan akan mereda jika bagian tubuh yang mengalaminya digerakkan.
Beberapa gangguan kesehatan serius yang ditandai gejala kesemutan, antara lain:
a. Radang sumsum tulang belakang (myelitis)
Terjadi pada orang dewasa, kadang-kadang gejala kesemutan didahului oleh flu berat. Kesemutan yang dirasakan akan menghebat, naik dari ujung jari kaki sampai ke pusar (perut tengah). Gejalanya berkembang menjadi rasa tebal di permukaan kulit. Setelah fase ini, penderita akan mengalami kesulitan berjalan. Ini adalah gejala radang sumsum tulang belakang, yang terjadi karena serangan virus bernama cytomegalovirus (CMV). Penderita menjadi tidak bisa mengontrol buang air kecil. Buang air besar pun sulit. Penyakit ini dapat disembuhkan total, dapat pula cuma sembuh sebagian, tetapi ada juga yang sampai lumpuh.
b. Diabetes mellitus atau kencing manis
Pada penderita diabetes, kesemutan adalah gejala kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Akibatnya, darah yang mengalir di ujung-ujung syaraf berkurang. Gejala yang dirasakan biasanya telapak kaki terasa tebal, kadang-kadang panas, dan kesemutan di ujung jari terus-menerus. Kemudian disertai rasa nyeri yang menikam, seperti ditusuk-tusuk di ujung telapak kaki, terutama pada malam hari.
c. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Kesemutan yang menyerang ujung jari, biasanya tangan kanan, dan kemudian berkembang menjadi rasa tebal, saat digunakan beraktivitas, adalah gejala CTS. Gejala kesemutan ini berkaitan dengan rongga di pergelangan tangan (karpal) yang mengalami pembesaran otot-otot sehingga menekan saraf yang melewati terowongan tersebut. CTS bisa menjadi gangguan lebih serius bila didiamkan cukup lama, misalnya 1 – 2 tahun.
Pada tahap ini tekanan otot sudah mengganggu aliran darah ke tangan, dengan akibat otot-otot yang mengalami kekurangan nutrisi akan mengecil, dan melemahkan otot.
d. Jantung
Pada penderita sakit jantung, kesemutan dapat juga timbul karena komplikasi jantung dan sarafnya. Yang terjadi misalnya, si penderita menjalani operasi pemasangan klep jantung. Saat pemasangan, ada bekuan darah menempel, yang kemudian terbawa aliran darah ke atas, dan menyumbat salah satu pembuluh darah di otak. Bila sumbatan di otak itu kebetulan mengenai daerah yang mengatur sistem sensorik, si penderita akan merasakan kesemutan sebelah. Bila daerah yang mengatur sistem motorik juga terkena, kesemutan akan menjadi kelumpuhan.
e. Rematik
Rematik juga menimbulkan kesemutan atau rasa tebal. Gejala kesemutan karena rematik akan hilang bila rematik sembuh.

7. Patofisiologi luka bakar dan kontraktur
a. Patofisiologi luka bakar
 Berat ringannya luka bakar tergantung pada faktor, agent, lamanya terpapar, area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan trauma, usia dan kondisi penyakit sebelumnya.
 Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian; derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).
 Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
 Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
 Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
 Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.
 Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.
 Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler.

Burn Shock hipovolemik, komplikasi yang sering terjadi, manifestasi klinisnya:
1. Respon kardiovaskuler
 Cairan pindah dari intravaskuler ke extravaskuler melalui kebocoran kapiler sehingga menyebabkan kehilangan Na, air, protein dan juga menyebabkan edema jaringan.
 Penurunan curah jantung luas
 Hemokonsentrasi eritrosit
 Penurunan perfusi
2. Respon renalis
Aliran ke ginjal menurun sehingga urin sedikit dan menyebabkan gagal ginjal.
3. Respon gastrointestinal
 20% penurunan aktivitas’kombinasi efek respon hipovolemik, neurologik, respon endokrin karena ada permukaan luas
 NGT mencegah distensi abdomen, muntah, aspirasi
4. Respon imunologi
 Gangguan integritas kulit mengakibatkan mikroorganisme masuk kedalam luka.
 Makrofag dan neutrofil akan menurun apabila imunologi sedang turun.

b. Patofisiologi kontraktur
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.

8. ASKEP Luka Bakar
Pengkajian:
1. Data biografi : nama, usia, jenis kelamin, ras, dan lain-lain.
2. Luas luka bakar
3. Kedalaman luka bakar
4. Lokasi/area luka
5. Masalah kesehatan lain
6. Data penunjang
a. NDx : Tidak efektif bersihkan jalan nafas dan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru, injury pulmonal sekunder dari smoke Inhalation, karbon monoksida atau hipoksia.

NOC : Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan yang ditandai dengan saturasi oksigen dalam batas normal, jalan nafas dan bunyi nafas bersih.

NIC : Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas;
 Kaji status pernafasan setiap jam untuk 72 jam pertama.
 Monitor analisa gas darah.
 Monitor pulse oximetry
 Pemberian oksigen sesuai program
 Latihan nafas dalam dan batuk efektif setiap 1-2 jam sekali bila tidak tidur.
 Tinggikan posisi kepala 15-30 derajat.
 Pengisapan (suction) lendir bila perlu.
b. NDx : Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan luka bakar.

NOC : Klien akan menunjukkan pengeluaran urine lebih kurang atau sama dengan 1 ml/kg berat badan/jam untuk 24 jam pertama setelah injury dan tetap terpantau.

NIC : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat;
 Berikan cairan intravena dan oral sesuai dengan kebutuhan dan pantau secara ketat.
 Monitor urine output (pengeluaran urine) dan catat bila kurang dari 1 ml/kg berat badan jam dan lapor ke penanggung jawab.
 Kaji tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit; hypokalemia dan hyperkalemia, hyponatremia dan hypernatremia, hypochloremia, hypercalcemia dan hypocalcemia.
 Monitor status neurology
 Monitor nadi perifer dan nadi bagian distal serta catat adanya perubahan dan lakukan kolaborasi.
c. NDx : Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskular ke dalam rongga interstisial dan hilangnya cairan secara evaporasi.

NOC : Klien akan memperlihatkan keseimbangan cairan dan elektrolit

NIC : Mempertahankan volume cairan dalam batas normal
 Monitor tanda-tanda vital sampai stabil
 Monitor pemasukan dan pengeluaran.
 Timbang berat badan setiap hari.
 Monitor elektrolit, Hgb, dan Hct.
 Pemberian terapi intravena dan oral.
 Pemberian kalium bila kalium rendah.
d. NDx : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar, injury thermal.

NOC : Luka bakar akan sembuh tanpa infeksi

NIC : Meningkatkan penyembuhan luka dan integritas kulit;
 Kaji luka pada fase akut: perubahan warna, kulit, membran mukosa dan kuku.
 Rubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan klien terutama bagian tulang-tulang yang resiko menimbulkan decubitus.
 Cegah adanya gesekan pada kulit.
 Support dengan bantal pada bagian tertentu yang dibutuhkan.
 Lakukan perawatan luka dengan steril; menggunakan sarung tangan, baju khusus, gunakan larutan normal saline yang steril untuk membersihkan luka.
 Jaga agar kulit tetap kering
e. NDx :Nyeri berhubungan dengan rusaknya ujung-ujung syaraf, trauma dan edema karena injury luka bakar, dan prosedur.

NOC : klien merasakan nyeri berkungan yang ditandai dengan anak dapat beristirahat dan beraktivitas sesuai kebutuhan

NIC : Mengurangi rasa nyeri;
 Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10
 Catat HR, tekanan darah dan pernafasan
 Pemberian obat nyeri 20-30 menit sebelum prosedur perawatan luka
 Hati-hati dalam perawatan kulit.
 Gunakan kontak taktil
 Gunakan terapi distraksi
 Kurangi hal-hal yang dapat menimbulkan nyeri.
 Lakukan pergerakan aktif dan pasif
 Pengaturan posisi yang tepat.
f. NDx : Risiko infeksi berhubungan dengan hilangnya lapisan pelindung kulit sekunder dari luka bakar, atau luka yang terkontaminasi.

NOC : Luka bakar akan mengalami penyembuhan tanpa infeksi, tidak ada sepsis, dan tidak ada infeksi pulmonal.

NIC : Mencegah infeksi :
 Kaji luka selama mengganti balutan.
 Gunakan teknis steril saat melakukan perawatan luka.
 Kaji adanya sepsis; perubahan status neurology, hypothermia, demam oliguria.
 Angkat eschar secara hati-hati.
 Mencuci tangan dengan teknik aseptic setiap akan menyentuh
 Bersihkan luka dengan larutan steril (normal saline)
 Gunakan standar pencegahan universal; baju khusus, mencuci tangan, menggunakan masker (semua personel yang mendekati anak).
 Pantau tanda-tanda vital; suhu, nadi.
 Observasi luka; purulent dan drainage.
 Pemberian antibiotik sesuai program.
g. NDx : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hipermetabolisme dan peningkatan kebutuhan kalori dan protein.

NOC : Status metabolisme seimbang yang ditandai dengan berat badan stabil, serum elektrolit normal, penyembuhan luka yang cepat, intake makanan dapat dipertahankan 90% sesuai kebutuhan.

NIC : Meningkatkan status nutrisi yang optimum.
 Berikan nutrisi; kue-kue atau makanan kecil yang tinggi, kalori dan protein.
 Hindari nyeri saat prosedur karena nyeri dapat menurunkan nafsu makan.
 Berikan vitamin dan mineral
 Berikan makanan tambahan yang dapat menambah nafsu makan.
 Antisipasi total nutrisi parenteral.
h. NDx : Risiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka bakar, nyeri, gangguan pergerakan sendi, dan adanya pembentukan skar.

NOC :Klien akan mencapai fungsi aktivitas yang optimum.

NIC : Meningkatkan fungsi aktivitas.
 Jelaskan pentingnya latihan dan lakukan latihan pergerakan aktif dan pasif.
 Observasi kontriksi eschar khususnya persendian; kontraktor.
 Ajarkan cara meningkatkan penggunaan fungsi pergerakan.
 Pemberian analgetik sebelum melakukan aktivitas, bila perlu.
 Tingkatkan aktivitas diri
 Libatkan keluarga untuk melakukan pergerakan persendian, fleksi, ekstensi, rotasi, abduksi-abduksi.
i. NDx : Gangguan citra tubuh, perubahan proses keluarga, tidak efektif coping keluarga, dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan luka bakar

NOC : Klien dan keluarganya mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak, pengobatan, prosedur dan partisipasi dalam perawatan anak.

NIC : Meningkatkan konsep diri, koping yang positif dan pemahaman kondisi dan pengobatan.
 Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
 Jelaskan tentang kondisi luka bakar, perawatan dan pengobatannya dan jelaskan apa yang dapat dilakukan oleh keluarga.
 Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan termasuk alasannya.
 Kaji support sistem keluarga.
 Demonstrasikan cara merawat luka dengan teknik aseptic.
 Tenangkan klien dan keluarganya dengan komunikasi yang terapeutik.
 Antisipasi perilaku regresi.





REFERENSI

Brunner & Suddarth, (1996) Text Book of Medical-Surgical Nursin
health.groups.yahoo.com
http://doktersehat.com/2008/03/31/semua-tentang-kesemutan/

LBM 5-Neurovaskuler Peripheral disease

Kontraktur akibat luka bakar

Ny. Wendy (55 tahun) mengalami kecelakaan kerja 6 bulan yang lalu, yang berakibat bagian tangan dan kakinya mengalami luka bakar. Saat ini luka bakar bagian tangan dan kaki kirinya sudah membaik namun tidak bisa digerakkan dan sering mengalami (kesemutan/parestesi) akibat kontraktur. Ny. Wendy menyesal tidak mengikuti saran perawat yang menganjurkannya untuk rutin melakukan ROM guna meningkatkan fungsi neurovaskuler extremitas sehingga komplikasi penyembuhan luka bakar ini dapat dicegah.

Step 1
1. Kesemutan : kekurangan nutrisi dalam darah dan suplay darah juga berkurang.
2. Kontraktur : hilangnya ruang lingkup karena keterbatasan ruang sendi baik akut maupun pasif; pemendekan otot yang menyebabkan tergangginya aliran darah yang menuju saraf bagian extremitas yang menyebabkan kesemutan/parestesi.
3. Luka bakar : timbulnya luka karena pengalihan energi dari sumber panas ke permukaan kulit; luka yang diakibatkan terkontak panas atau sumber listrik yang berlebihan.
4. Neurovaskuler : fisiologi hubungan sistem saraf dan pembuluh darah.

Step 2
1. Bagaimana penanganan kontraktur dan penyebab kontraktur?
2. Jelaskan hubungan parastesi dan kontraktur!
3. Sebutkan farmakologi dan non farmakologi kontraktur dan luka bakar!
4. Apa saja komplikasi yang dapat timbul akibat luka bakar? Sebutkan!
5. Jelaskan tentang penyebab gangguan neurovaskuler!
6. Sebutkan macam-macam kontraktur!
7. Jelaskan klasifikasi luka bakar!
8. Apa saja faktor pengaruh luka bakar?
9. Jelaskan cara mengetahui luas luka bakar!
10. Bagaimana mekanisme terjadinya kesemutan? Jelaskan!
11. Jelaskan mekanisme penyembuhan luka bakar!
12. Jelaskan patofisiologi luka bakar dan kontraktur!
13. Apa ASKEP yang tepat sesuai dengan kasus di atas? Jelaskan!
14. Bagaimana pencegahan kontraktur?
15. Bagaimana penanganan luka bakar?



Step 3
1. Penanganan kontraktur
a. Proper positioning : Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur.
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
- Leher : ekstensi / hiperekstensi
- Bahu : abduksi, rolasi eksterna
- Antebrakii : supinasi
- Trunkus : alignment yang lurus
- Lutut : lurus, jlarak antara lutut kanan dan kiri 20
- Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
- Pergelangan kaki : dorsofleksi
• Exercise : tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur.
Macam-macam exercise adalah :
- Free active exercise: oleh penderita sendiri.
- Isometric exercise: oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
- Active assisted exercise: oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.
- Resisted active exercise: oleh penderita dengan mela¬wan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
- Passive exercise: oleh tenaga medis terhadap penderita.
• Stretching : Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning.
• Splinting / bracing : untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
• Pemanasan
b. Operative : pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
• Z - plasty atau S – plasty
• Skin graft
• Flap
• Pendidikan
• Skin flap  pembuluh darah yang terpapar

Penyebab kontraktur  LO

2. Hubungan parastesi dan kontraktur: luka bakar menyebabkan pembuluh darah rusak sehingga aliran darah menjadi tidak lancar dan bisa terjadi kontraktur dan jika tidak dilakukan ROM maka akan terjadi kerusakan pembuluh darah (kesemutan).

3. Farmakologi dan non farmakologi luka bakar

Farmakologi
• Aspirin
• Steroid
• Heparin
• Paracetamol
• Morfin
• Antibiotik golongan aminoglukosida
Non Farmakologi
Exercise
1. ROM: segera dalam pemulihan fase akut untuk mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi
2. Ambulasi: dapat mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstermitas bawah dan harus dimulai bila secara fisiologis klien stabil.
• Splinting (pembidaian)
Untuk mempertahankan posisi sendi

Farmako dan non farmakologi kontraktur  LO

4. Komplikasi pada luka bakar:
 Shok
 Kontraktur
 Sistem respon kardiovaskuler: kehilangan garam dan protein
 GI: kombinasi refleks respon
 Imunologi: organisme asing masuk sehingga imunologi menurun
 Terjadi sesis: patogen darah mampir
 Kebocoran darah: plasma darah masuk

5. Penyebab gangguan neurovaskuler
 Imobilitas
 Pengurangan ROM karena imobilitas aktivitas

6. Macam-macam kontraktur:
 Kontraktur dematogen
 Kontraktur tendogen (neovaskuler)
 Kontraktur arthorgen (pemendekan sendi)
 Kontraktur linear (garis lurus) untuk difosa (persendian)

7. Klasifikasi luka bakar
Ada tiga:
 Derajat I : epidermis dan / atau sebagian dermis mengalami kerusakan atau cidera, nyeri ringan, tampak merah dan kering, seperti luka bakar matahari atau mengalami lepuh (bullae)
 Derajat II : destruksi epidermis, lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan, namun folikel rambut masih utuh.
 Derajat III : destruksi total epidermis dan dermis, dan pada sebagian kasus jaringan yang berada di bawahnya; warna luka bakar bervariasi (putih sampai merah, coklat atau hitam), tidak terasa nyeri karena serabut saraf rusak; luka buruk (kulit, folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur)

Penyebab luka bakar:
a. Termal: api, air mendidih, dan sebagainya
b. Eletrik: sengatan sumber listrik
c. Radiasi: sinar matahari, X-ray, dan sebagainya
d. Kimiawi: bahan atau zat korosif: alkohol >70%, H2SO4, dan lain-lain
Tingkat keseriusan luka bakar:
 Mayor: dewasa >25% dan anak >20%
 Moderate: dewasa 15%-20% dan anak 10%-20%
 Minor: dewasa <15% dan anak <10% 8. Faktor pengaruh luka bakar:  Lokasi: leher, kepala, belakang leher  Usia: 0 dan >65 tahun akan berbahaya

9. Cara mengetahui luas luka bakar
Role of nine
 9% : kepala dan leher
 9% : tangan
 18% : kaki
 18% : paha
 1% : genital

10. Mekanisme terjadinya kesemutan  LO

11. Mekanisme penyembuhan luka bakar:
 Fase inflamasi : 1 – 5 hari
 Fase poliferasi : kelanjutan fase inflamasi sampai minggu ke-3
 Fase remodeling/maturasi

12. Patofisiologi luka bakar dan kontraktur  LO

13. ASKEP  LO

14. Pencegahan kontraktur
 Mencegah infeksi: perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur.
 Skin graft atau Skin flap: adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
 Fisioterapi: tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi:
a. Proper positioning (posisi penderita)
b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
c. Stretching
d. Splinting / bracing
e. Mobilisasi / ambulasi awal

15. Penanganan luka bakar:
 Amankan korban
 Membuka pakaian korban (panas)
 Disiram air
 Melepaskan benda yang menempel pada tubuh
 Jangan sampai luka bersentuhan tanah
 Cek tanda vital
 Sek kondisi suhu tubuh
 Mematikan api (ditutupi dengan kain yang tidak mudah terbakar)
 Mengompres dengan menggunakan air dingin (air tidak dingin sekali)
 Melihat jalan napas
 Mencegah syok
 Diberikan analgetik dan suntikan morfin
 Memanggil petugas
 Memperlakukan seperti orang yang terkena trauma
 Dibungkus kain

Step IV (mind mapping)

Step V (learning objektif)
1. Sebutkan penyebab kontraktur!
2. Jelaskan hubungan parestesi dan kontraktur!
3. Sebutkan farmako dan non farmakologi kontraktur!
4. Sebutkan dan jelaskan gangguan neurovaskular!  (LO no. 5)
5. Neurovaskuler normal!
6. Jelaskan mekanisme kesemutan!  (LO no. 10)
7. Jelaskan patofisiologi luka bakar dan kontraktur!  (LO no. 12)
8. ASKEP  (LO no.13)

Step 6  mencari literature dari berbagai sumber

LBM 3-HIPERSENSITIVITAS (2)

Step 7
1. Penanganan dan Pencegahan alergi :
- Menghindari zat yang dicurigai sebagai allergen, kemudian setelah gejala hilang dianjurkan untuk kembali zat tersebut.
- Melakukan tes alergi dan melihat riwayat keluarga serta riwayat frekuensi serangan terjadi alergi
- Menjaga kelembaban ruangan dengan mengatur sirkulasi angin dan udara
- Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti sprei sedikitnya seminggu sekali
- Membersihkan pekarangan dan memastikan tidak ada tumpukan sampah dan genangan air yang akan menjadi tempat timbulnya jamur
- Konsultasi dengan dokter untuk mengetahui allergen-alergen yang harus dihindari
- Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh ibu
- Pemberian makanan padat dini dapat meningkatkan risiko timbulnya alergi pada bayi
- Pemberian ASI Eksklusif 6 bulan dapat mencegah alergi pada bayi

2. Farmakologi dan farmakokinetik Anthihistamin :
- Anthihistamin generasi pertama :
1. Alergi ; totosensitivitas, shock anaphilaksis, ruam, dan dermatitis
2. Kardiovaskuler ; hipotensi postural, palpitasi, reflex takikardia, thrombosis vena pada sisi injeksi ( IV Prometazin )
3. Sistem saraf pusat ; drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung, reaksi ekstrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal epigastrik diskess, anoreksia, rasa pahit ( nasal spray )
5. Genitourinari ; urinary frequency, dysuria, urinary retention
6. Respiratory ; dada sesak wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning
- Anthihistamin generasi kedua dan ketiga :
1. Alergi ; fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis
2. SSP ; mengantuk, sakit kepala, fatique, sedasi
3. Respiratory ; mulut kering
4. Gastrointestinal : nausea, vomiting, abdominal distress
Kontraindikasi
-Antihistamin generasi pertama :
Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara structural, bayi baru lahir, premature, ibu menyusui, narrolo-angle glaucoma, sensing peptic ulcer hipertropi prostat symptomatic, bladder neck obstruction, penyumbatan pyioroduodenal, gejala saluran atas naas, pasien tua
-Anthihistamin generasi kedua dan ketiga :
Hipersensitif terhadap anthihistamin khusus atau terkait secara structural
Indikasi :
-Anthihisamin generasi pertama :
Rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, alergi konjungtivitas, urtikaria, hipersensitivitas type I, terapi anaphilaksis adjuvant
-Anthihistamin generasi keua dan ketiga :
Perennial allergic rhinitis, seasonal allergic rhinitis, chronic idiopatic urticaria
Jenis Anthihistamin :
1. Antagonis reseptor histamine H1
Untuk mengobati alergi
Cont : difenhidramina, loratadina, desioratudina, medizine, prometazina
2. Reseptor histamine H2 ( khususnya di sel-sel parietal )
Untuk meningkatkan sekresi asam lambung, sedangkan anthihistamin H2 berguna untuk mengurangi sekresi asam lambung
Cont : simetidina, famotidina, ranitidine, nizatidina, roxatidina
3. Antagonis Reseptor Histamin H3
Sebagai stimulant dan memperkuat kemampuan kognitis
Cont : ciproxifan, clobenpropit
4. Antagonis reseptor Histamin H4
Berkhasiat sebagai imunomodulator dan sedang diteliti sebagai antiinflamasi dan analgesic
Cont : tioperamida

3. Macam – macam alergi :
1. Type I ( Reaksi anaphilaksis dini )
Setelah kontak pertama dengan antigen – antibody. Dalam proses ini zat-zat mediator ( histamine, serotonin, bradikinin, SRS ) akan dilepaskan sirkulasi tubuh. Jaringan yang terutama bereaksi terhadap zat-zat tersebut ( otot- otot polos ) yang akan mengkerut ( berkontraksi ), dan terjadi peningkatan permeabilitas (ketembusan) dari kapiler endothelial, sehingga cairan plasma darah akan meresap keluar dari pembuluh ke jaringan yang mengakibtkan pengentalan darah dengan efek klinisnya hipovolemia berat. Gejala yang timbul adalah shock anaphilaksis, urtikaria quincke, rhinitis vaso motorica
2. Type II ( Reaksi Imun Sitotoksis )
Terjadi antara antibody dari kelas IgE dan IgM dengan bagian-bagian membrane sel yang bersifat antigen, sehingga mengakibatkan terbentuknya senyawa komplementer cont : reaksi setelah tranfusi darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia hemolitis, leukopeni, trombopeni dan penyakit-penyakit autoimun
3. Type III ( Reaksi Berlebihan oleh kompleks imun )
Merupakan reaksi inflamasi local setelah penyuntikan intrakutan atau subkutan kedua dari sebuah allergen. Proses ini berlangsung di dinding pembuluh darah. Dalam reaksi ini terbentuk komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan terjadinya kematian atau nekrosis jaringan. Contohnya : fenomena arthus, serum sickness, lupus eritematodes, arthritis rematoida
4. Type IV ( Reaksi Lambat Tuberkulin )
Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari setelah terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t limfosit yang telah tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamotoris atau peradangan seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid pembuluh-pembuluh yang bersangkutan. Contohnya ; reaksi tuberculin ( pada tes kulit tuberkulosa ), contact erzema, contact dermatitis, penyakit autoimun

4. Askep :
Pengkajian :
- Pemeriksaan dan anamnesis riwayat pasien
- Riwayat alergik pada pasien dan keluarga
- Data subjektif mengenai apa yang dirasakan pasien sesaat sebelum gejala muncul:
Diagnosis :
1. Alergi lateks respons
Definisi : respon alergi terhadap produk lateks karet alam
NOC : Kontrol kekebalan hipersensitif
Gejala keseriusan
NIC : Kenali masalah
Hindari paparan terhadap lateks
Menginformasikan ahli bedah dan perawat ruang operasi
Bersiaplah untuk mengobati anaphilaksis
Waspada pasca operasi dan mengatur follow-up care
2. Resiko alergi lateks respons
Definisi : resiko untuk mengalami respon alergi terhadap produk lateks


Factor resiko : alergi terhadap buah tropis
Riwayat alergi
Riwayat astma
NOC :Control hipersensitivitas system imun; tingkat respon imunitas yang tidak tepat
Pantau keparahan gejala : tingkat perubahan fungsi fisik, emosi dan social
NIC : Melakukan menejemen nyeri :
1. identifikasi adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan dan gigitan serangga
2. jauhkan pasien dari bahan-bahan yang terbuat dari karet. Termasuk pakaian,selimut, dan alat-alat kesehatan dari lateks
3. Apabila tidak memungkinkan upayakan tidak ada kontak langsung dengan bahan dari lateks
Melakukan tindakan pencegahan :
1. fasilitasi lingkungan yang bebas dari bahan lateks.
2. Monitor tanda dan gejala respon sistemik dari alergi
3.Ajarkan pasien dan keluargauntuk mengenal dan menghindari alergi lateks
4. Rujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut

Monday, October 11, 2010

LBM 3- Hipersensitivitas (alegi lateks)

Step 1

1. Kateter : pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan, salah satunya berbahan karet
2. Alergi : kegagalan system kekebalan tubuh yang menyebabkan seseorang hipersensitif
3. Lateks : karet berwarna susu kental yang mengandung protein alergi

Step 2

1. Apa saja yang merupakan tanda dan gejala alergi lateks ?
2. Apa sajakah yang termasuk factor pendukung maupun factor penyebab terjadinya alergi ?
3. Bagaimana cara penanganan dan penegahan alergi ?
4. Apa saja tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya alergi ?
5. Apakah dampak pemakaian folley kateter ?
6. Apa saja macam-macam dari kateter ?
7. Bagaimana farmakologi dan farmakokinetik Antihistamin, dan sebutkan macam-macamnya !
8. Sebutkan macam-macam alergi !
9. Bagaimanakah mekanisme alergi dalam tubuh ?
10. Siapa saja yang rentan terkena alergi lateks ?
11. Bagaimana askep yang sesuai dengan kasus ?
12. Apa saja kandungan lateks yang menyebabkan alergi ?
13. Apakah ada pengaruhnya, Tuan R alergi buah-buahan dengan tanda dan gejala yang timbul pada klien ?

Step 3

1. Gejala local : edema, kemerahan
Gejala sistemik : sesak napas. Anaphilaksis ( syok ) sehubungan pelepasan histamine yang berlebih, kematian
Muncul juga dengan mengeluarkan air mata, gatal-gatal, pusing, mual, muntah, dan tekanan darah menurun

2. Hereditas / factor ketururnan
Factor lingkungan
Allergen
Pertahana host itu sendiri

3. Beri pendidikan tes
Catat riwayat alergi penyakit
Gunakan sarung tangan free lateks
Tempatlkan pasien pada lingkungan yang nyaman dan fasilitas bebas lateks
Cuci sarung tangan dengan cermat
Membuang sarung tangan apabila sudah terpakai

4. Prick tes : tes tusuk dengan menusukkan jarum pada lapisan kulit
RAS tes : mengukur kadar IgE dengan kadar normalnya 0,1-0,4 dlm serum
Provocation test
Skin pitch test : tes ini diindasikan pada allergen kimia dan protein
GUT : tes dengan menggunakan gloves ( sarung tangan) berbahan karet
ELISA Test : test yang diindasikan untuk mengukur jumlah protein dan tingkat protein lateks

5. - Dampak positif :
Digunakan untuk mengukur residu urin
Mengambil specimen urin untuk tes lab.
- Dampak negative :
Menimbulkan alergi lateks
Terjadi penyempitan uretra
Timbulnya lubang pada vesika urinaria
Munculnya Bacteria syok

6. – Berdasarkan bentuk :
Ujung lurus tanpa cabang
Ujung lengkung
Yang dipakai menetap
- Berdasarkan numlah cabang :
Tidak bercabang, cocok digunakan untuk se mentara waktu
Cabang dua
Bercabang tiga, cocok digunakan pada pasien yang postoperasi

8. Hubungannya dengan Imunoglobulin
-alergi yang bersifat lambat
- alergi yang bersifat atropik
Hubungannya dengan waktu
- Anaphilaksis
- Sitotoksin
- Kompleks imun
Selain itu, macamnya berupa asma (penyempitan saluran napas), alergi pada kulit ( dermatitis atropik ), konjungtivitis ( kelopak mata bengkak ), anaphilafi syok ( pelebaran pembuluh darah ).

9. allergen --> sel B dan limfosit --> IgE --> aliran darah + berikatan dengan sel mast + sel basofil pada jaringan tertentu tergantunng jenis allergen dan paparannya --> degranulasi --> iritasi --> meledak --> mediator inflamasi primer (mis : histamine, protease, sel pengaktif trombosit, substansi anaphilaksis, substansi kemotokrit, eusinofil dan neutrofil ) --> reseptor histamine --> Gejala alergi ( vasodilatasi, bronkokonstriksi, kemerahan, gatal )--> Antihistamin--> memblok histamine dan menghambat --> reseptor H1 ( cetirezin dehidroside )

10.Orang yang berisiko terkena alergi adalah orang-orang yang menggunakan produk lateks, semisal : dokter, perawat, pemroduksi dan pengolah lateks, pekerja pabrik berbahan dasar lateks, dan anak-anak penderita spinabifida.

11.Asuhan keperawatan :
Pengkajian :
- Kaji tingkat kenyamanan pemakaian kateter
- Kaji riwayat alergi
- Kaji apakah mengalami inkontinensia urin
Diagnosa :
- Tanda dan gejala alergi
- Risiko alergi lateks
NIC :
Menurunkan risiko-risiko efek dari penggunaan lateks
Evaluasi :
- Pasien diharapkan dapat tidur dengan nyenyak tanpa ganggguan
- Pasien dapat merasakan kenyamanan dalam pemakaian kateter
- Mengganti kateter lateks dengan yang lainnya pada penggunaan pasien yang mempunyai alergi lateks.

12, Kandungan pada lateks yang menyebabkan alergi adalah kandungan gula maupun protein-protein asing

13. Karena kandungan protein dalam buaha-buahan tertentu semisal : mangga, alpukat, dan pisang adalah sama dengan protein-protein yang terkandung dalam lateks. Dari sebuah penelitian didapatkan 20% dari 250% protein dalam lateks menyebabkan alergi.

Step 4
Pembuatan Skema

Step 5
Pertanyaan LO :
1. Bagaimana cara penanganan dan pencegahan alergi ?
2. Bagaimana farmakologi dan farmakokinetik antihistamin, dan sebutkan macam-macamnya
3. Apa sajakah macam-macam alergi?
4. Apakah askep yang sesuai dengan kasus ini?

Step 6
Mencari Literatur

LBM2- Detoksifikasi Hepar (2)

STEP 6
o Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
o Judith M. Wilkinson. 2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
o Google search

STEP 7

Sistem Enzim yang Berperan Dalam Detoksifikasi

a. Sistem tahap I
Sistem detoksifikasi tahap I, melibatkan terutama enzim supergene sitokrom P-450, secara umum merupakan enzim pertahanan pertama melawan bahan asing. Sebagian besar bahan kimia dimetabolisme melalui biotransformasi tahap I. Pada reaksi umum tahap I, enzim sitokrom P-450 (CYP450) menggunakan oksigen dan sebagai kofaktor, NADH, untuk menambah kelompok reaktif, misalnya hidroksil radikal. Sebagai hasil dari tahap ini dalam detoksifikasi, diproduksi suatu molekul reaktif yang lebih toksik daripada molekul awal. Apabila molekul reaktif ini tidak berlanjut pada metabolisme selanjutnya, yaitu tahap II (konjugasi), dapat menyebabkan kerusakan pada protein, RNA, dan DNA di dalam sel. Beberapa penelitian menunjukkan bukti terhadap hubungan antara terjadinya induksi tahap I dan/atau berkurangnya aktivitas tahap II dengan meningkatnya resiko penyakit, misalnya kanker, SLE, dan penyakit Parkinson.

b. Sistem tahap II
Reaksi konjugasi pada tahap II umumnya mengikuti aktivasi tahap I, dimana akan mengakibatkan xenobiotik yang telah larut air dapat diekskresikan melalui urin atau empedu. Beberapa macam reaksi konjugasi terdapat di dalam tubuh, termasuk glukoronidasi, sulfas, dan konjugasi glutation serta asam amino. Reaksi ini memerlukan kofaktor yang tercukupi melalui makanan.
Banyak yang diketahui mengenai peran dari sistem enzim tahap I pada metabolism bahan kimia seperti halnya aktivasinya oleh racun lingkungan dan komponen makanan tertentu. Walau begitu, peran detoksifikasi tahap I pada praktek klinik tidak terlalu diperhatikan. Kontribusi dari sistem tahap II lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik. Dan hanya sedikit yang diketahui saat ini mengenai peran sistem detoksifikasi pada metabolism zat endogen.

Detoksifikasi alkohol di hepar
Metabolisme alkohol melalui 2 jaras.
Jaras 1 terjadi di sitoplasma dan mitokondria hepatosit dengan menggunakan enzim dehidrogenase dan menghasilkan produk akhir asetaldehid yang kemudian diubah menjadi asetat dan ion-ion.
Jaras 2 atas jaras MEOS (Microsomal Ethanol Oxidizing Sistem) berlangsung di retikulum endoplasma dan terutama digunakan pada peminum alkohol berlebih yang lama. Jaras ini menghasilkan asetaldehid dan radikal bebas yang bisa merusak sel-sel hati. Jaras MEOS ini bersifat merusak karena enzim sitokrom P-450 (enzim yang berperan dalam transformasi toksin dan obat). Konsumsi alkohol menyebabkan pemakaian enzim ini tidak dapat menjalankan peran lainnya, sehingga peminum alkohol menjadi rentan terkena efek toksik obat.
Koenzim lain pada metabolisme alkohol adalah nikotinamid dinukleotida (NAD). NAD ini juga banyak digunakan pada metabolisme, termasuk siklus krebs untuk memetabolisme zat-zat gizi, pembentukan ATP, dan glikogenesis. Tanpa NAD, dapat terjadi hipoglikemia dan penimbunan asam laktat. Penimbunan asam laktat dapat menyebabkan gout (peningkatan asam laktat mengurangi ekskresi asam urat oleh ginjal)
Batas toleransi alkohol
•0,05% alkohol dalam darah = normal
•0,1% alkohol dalam darah = mabuk
•0,2% alkohol dalam darah =bicaranya ngawur
•0,3% alkohol dalam darah = koleps
•0,5% alkohol dalam darah = koma

Fungsi Hati
1. Sel hepar (hepatosit) terdiri 60% massa hepar, bertanggugjawab untuk konjugasi bilirubin dan eksresi ke dalam saluran empedu.
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus. Bilirubin, pigmen empedu yang utama, merupakan hasil akhir metabolisme dari perombakan sel darah merah yang sudah tua, kemudian dieksresikan oleh empedu.
2. Metabolisme karbohidrat (meliputi glikogenesis, glikogenolisis, dan glikoneogenesis)
Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen.
3. Metabolisme protein (meliputi sintesis protein, pembentukan urea, dan penyimpanan asam amino)
4. Metabolisme lemak (meliputi ketogenesis, sintesis kolesterol, dan penyimpanan lemak)
5. Menyimpan vitamin dan mineral.
6. Metabolisme steroid (Biotransformasi Hormon)
Hati menginaktivkan dan mengekskresikan aldosteron, glukokortikoid, estrogen, progesteron, dan testosteron.
7. Detoksifikasi
Hati bertanggungjawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya, kemudian akan dieksresi oleh ginjal.
8. Fungsi imunologis
Kapiler-kapiler di hatodi sebut sinusoid. Aliran darah di sinusoid adalah campuran darah vena dan darah erteri dari arteri hepatika. Sinusoid dilapisi sel-sel makrofag fagositik yang disebut sel kupffer yang berfungsi sebagai sistem imun.

Obat Hepatotoksik
Hepatotoksin didefinisikan sebagai senyawa kimia yang memiliki efek toksik pada sel hati. Dengan dosis berlebihan (dosis toksik) atau pemejanan dalam jangka waktu yang lama senyawa bersangkutan dapat menimbulkan kerusakan hati akut, subakut maupun kronis. Terdapat dua macam senyawa hepatotoksin yaitu hepatotoksin hakiki (hepatotoksin terramalkan) dan hepatotoksin tak terramalkan. Hepatotoksin hakiki adalah golongan senyawa yang memiliki sifat dasar toksik terhadap hati, misal : karbon tetraklorida (CCl4), kloroform, etionin dan parasetamol. Senyawa-senyawa tersebut dapat menyebabkan kerusakan hati pada semua individu. Hepatotoksin tak terramalkan adalah golongan senyawa yang bersifat toksik terhadap hati, tetapi hanya dapat mengakibatkan hepatitispada individu yang hipersensitif terhadap senyawa ini, misalnya isoniazida (INH), halotan dan sulfanamida.

Tidak semua obat bersifat hepatotoksik. Tetapi ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu obat bersifat hepatotoksik, diantaranya:
1. Peroksidasi lipid. Radikal bebas yang terkandung dalam obat dapat memicu reaksi peroksidasi pada asam lemak tak jenuh pada retikulum endoplasmik sel hati, sehingga terjadi degenerasi lemak dan nekrosis pada sel yang bersangkutan.
2. Stres oksidatif, juga disebabkan radikal bebas. Proses ini dapat menyebabkan berkurangnya glutation dalam sel hati, sehingga terjadi gangguan keseimbangan kalsium dan kerusakan sel yang bersangkutan.
3. Penghambatan oksidasi, juga dapat menyebabkan reaksi peroksidasi lipid.
4. Penghambatan sintesis protein melalui inhibisi enzim RNA polimerase, yang menyebabkan nekrosis lemak dan kematian sel.
5. Penghambatan transportasi asam empedu pada sistem saluran kanalikuler intrahepatik.
6. Reaksi imunoalergenik (berupa reaksi sitotoksik akibat paparan antigen asing)
7. Efek karsinogenesis, terutama oleh metabolit obat yang sangat aktif atau teraktivasi berlebihan oleh substansi asing.

Tanda dan gejala gangguan hati
a. Ikterus
Ikterus merupakan penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan warna kuning pada jaringan di seluruh tubuh. Jaringan permukaan luar yang paling kaya akan elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya yang paling pertama diwarnai.
Mekanisme terjadinya ikterus: konjugasi dan transfer empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi lebih besar dibandingkan dengan kemampuan hati. Akibatnya kadar bilirubin dalam hati meningkat. Hati membutuhkan waktu yang lama untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi yang akhirnya dapat dikeluarkan dari hati.
b. Muntah darah
Muntah darah biasanya terjadi jika hati sudah mengalami kerusakan yang parah, yaitu hati menjadi kaku akibat kerusakan pada parenkim. Ketika hati menjadi keras, pembuluh darah yang mengalir menuju hati menjadi pecah dan menyebabkan darah dari pembuluh darah tersebut masuk ke lambung dan organ lain seperti esofagus dan usus. Apabila darah ini bercampur dengan HCl dalam lambung maka darah yang semula merah akan berubah menjadi hitam. Darah ini akan keluar lewat muntahan dan urin.
c. Hepar membesar/ mengecil dan keras
d. Edema
e. Asites
Asites merupakan penimbunan kelebihan cairan di rongga antara kedua selaput dinding perut akibat penyakit hati yang parah seperti sirosis hati.
f. Tinja putih
Warna tinja yang tidak normal seperti ini terjadi karena bilirubin tidak masuk ke duodenum. Halini terjadi karena adanya obstruksi saluran empedu oleh batu empedu. Penyumbatan ini biasanya terjadi pada penderita kanker hati.
g. Mudah memar, karena pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang sakit.

Konsep LFT
Liver fungsi test merupakan suatu tes yang digunakan untuk mengukur tingkat enzim didalam darah untuk menunjukkan kerusakan pada hati. Hasil LFT dapat memberi gambaran mengenai jenis penyakit yang menyebabkan kerusakan hati, tetapi tes ini tidak mampu mendiagnosis akibat dari penyakit hati. Hasil tes ini juga bermanfaat untuk memantau perjalanan penyakit hati.
Produk atau enzim yang diukur dalam Liver Fungsi Test antara lain:
a. ALT (alanin aminotransferase), juga dikenal sebagai SGPT (serum glutamik piruvik transaminase)
ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), sehingga lebih spesifik untuk penyakit hati daripada enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan ALT.
b. AST (aspartat aminotransferase), juga dikenal sebagai SGOT (serum glutamik oksaloasetik transaminase)
AST merupakan enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak, sehingga tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati.
c. Fosfatase alkali
d. Fosfatase alkali merupakan suatu kumpulan enzim yang serupa yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, dan juga ditemukan dalam banyak jaringan lain. Peningkatan Fosfatase alkali dapat terjadi apabila saluran cairan empedu terhambat.
e. GGT (gamma-glutamil transpeptidase, atau gamma GT)
Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat menunjukkan penggunaan alkohol. Tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga pada orang yang sehat.
f. Bilirubin
Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah tua. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan dikeluarkan pada cairan empedu. Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan meningkat. Sebagian dari bilirubin total akan termetabolisme, dan bagian ini disebut sebagai bilirubin langsung. Bila bilirubin langsung meningkat, penyebab biasanya di luar hati. Bila bilirubin langsung rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini menunjukan kerusakan pada hati atau saluran cairan empedu.
g. Albumin
Albumin adalah protein yang mengalir dalam darah. Karena dibuat oleh hati dan dikeluarkan oleh hati, maka albumin merupakan tanda yang peka dan petunjuk yang baik terhadap beratnya penyakit hati. Tingkat albumin dalam darah menunjukkan bahwa hati tidak membuat albumin dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ada banyak protein lain yang dibuat dalam hati, namun albumin mudah diukur .

Pemeriksaan penunjang lainnya:
• Abdominal CT scan atau abdominal MRI, yang menyajikan lebih banyak informasi tentang struktur dan fungsi hati.
• USG untuk melihat ukuran organ dari organ abdomen dan kehadiran dari massa
• Biopsi hati untuk menentukan perubahan anatomis pada jaringan hati
• Leparoskopi untuk visualisasi langsung permukaan anterior hati, kandung empedu,dan mesenterium lewat alat trokar

Angka Normal LFT
Tes Nilai Normal
Pemeriksaan pigmen
Bilirubin serum, direk 0-0,3 mg/dl
Bilirubin serum, total 0-0,9 mg/dl
Bilirubin urin 0
Urobolinogen urin 0,05-2,5mg/24 jam
Urobolinogen feses 40-200 mg/24 jam
Pemeriksaan protein
Protein total serum 7,0-7,5 g/dl
Albumin serum 3,5-5,5 g/dl
Globulin serum 1,5-3,0 g/dl
Pemeriksaan Serum Transferase
AST atau SGOT 10-40 unit (4,8-19 U/L)
ALT atau SGPT 5-35 unit (2,4-17 U/L)
LDH 165-400 unit (80-192 U/L)
Amonia serum 20-120 unit (11,1-67 U/L)

Macam-macam gangguan hati
1. Hepatitis
Hepatitis merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan sekumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas. Ada 5 tipe hepatitis: hepatitis A, B, C, D, dan E
2. Gagal hati fulminan
Gagal hati fulminan ditandai oleh ensepalopati hepatik yang terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah dimulainya penyakit. Hepatitis virus merupakan penyebab gagal hati fulminan yang paling sering ditemukan.
3. Sirosis hati
4. Kanker hati
Kanker hati disebabkan oleh sirosis, hepatitis B serta C dan kontak dengan racun kimia.
5. Kolesistitis
Suatu keadaan dimana empedu menjadi tempat infeksi akut yang menyebabkan nyeri akut, nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas disertai dengan gejala mual serta muntah .

ASKEP

PENGKAJIAN
• Mengkaji riwayat sekarang : kkeluhan utama pasien
• Riwayat kesehatan sebelumnya : apakah pernah di rawat dengan penyakit yang sama, apakah pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama
• Pemeriksaan fisik:
- Kesadaran dan keadaan umum pasien : composmentis/coma
- Tanda vital
- Inspeksi, palpasi, perkusi untuk mengetahui apakah ada perbesaran/pengecilan hati, atau nyeri tekan.

DIAGNOSA, NOC, NIC
1. Diagnosa: Perubahan Nutrisi kurang, dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distensi abdomen, perasaan tidak enak pada perut serta anorexia
NOC: perbaikan status nutrisi
NIC:
- Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.
- Tawarkan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
- Pasang ice collar untuk mengatasi mual
- Hidangkan makanan pantang alkohol
2. Diagnosa: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, letargi, dan malaise (tidak enak badan)
NOC: Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
NIC:
- Kaji tingkat toleransi aktivitas dan derajat kelelahan.
- Bantu dalam pelaksanaan aktivitas dan kebersihan diri bila pasien masih merasa lelah
- Anjurkan istirahat bila pasien merasa lelah
- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan
3. Masalah kolaboratif: Ensefalopati hepatik
Tujuan: Pencegahan ensepalopati hepatik
- Kaji status kognitif dengan interval yang teratur
- Pantau penggunaan obat untuk mencegah pemberian obat yang menimbulkan ensefalopati hepatik (preparat sedatif, hipnotik, analgesik)
- Pantau data-data hasil pemeriksaan laboratorium, terutama kadar amonia serum
- Laporkan setiap perubahan status neurologi dan fungsi kognitif kepada dokter
- Batasi sumber protein dari diet jika diperlukan
- Berikan obat-obatan yang diresepkan untuk mengurangi kadar amonia serum

FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI GANGGUAN HATI
 Farmakologi
• Antasid untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan perdarahan gastrointestinal.
• Preparat diuretik untuk mempertahankan kalium (spinorolakton) untuk mengurangi asites.
• Colchicine, preparat anti-inflamasi untuk mengurangi gejala gout.
• Vasopresin untuk meunrunkan tekanan portal.
• Somatostatin untuk mengurangi perdarahan varises esofagus .
• Propanol, preparat β-bloker untuk menurunkan tekanan portal.

 Non farmakologi
• Istirahat yang cukup untuk mengembalikan fungsionalnya. Istirahat juga akan mengurangi kebutuhan dalam hati dan meningkatkan suplai darah hati.
• Memperbaiki status nutrisi
• Perawatan kulit
• Mengurangi resiko cidera

Komplikasi gangguan hati
1. Asites & oedem
Sirosis --> Ginjal mempertahankan Na + H2O --> Terjadi akumulasi cairan --> asites, edema

2. Varises esofagus
Sirosis --> Darah ke jantung terhambat --> Tekanan vena porta naik --> Esopageal esofagus --> Muntah darah

3. Spontanius Bakteria Peritonitis (SBP)
Sirosis --> asites --> Tempat bakteri berkembangbiak --> SBP

4. Hepatic Encepalopathy
Protein --> Bakteri --> Amonia --> Otak --> Hepatic ensepalopati

5. Hepatopulmonary syndrom
Sirosis --> Hormon abnormality --> Kinerja paru --> Alveoli kurang darah --> Suplay O2 kurang

6. Hipertensi vena porta

LBM2- Detoksifikasi Hepar

Minuman beralkoholmerusak hatiku
Tn jono (45tahun) datang ke puskesmas mengeluh badannya lemas dan perut terasa tidak nyaman sejak beberapa hari yang lalu. Tn. Jono juga mengeluh nafsu makannya berkurang, cepat lelah dan kadang-kadang merasa mual. Dari hasil pemeriksaan laboratorium (liver fungsi test) diketahui ada peningkatan yang cukup signifikan dari angka normalnya. Saat dilakukan pengkajian fisik oleh Ners Eva, Istri Tn. Jono mengatakan sejak muda suaminya sering mengkonsumsi minuman beralkohol.

STEP 1

1. Liver Fungsi Test : suatu tes yang digunakan untuk mengukur tingkat enzim didalam darah untuk menunjukkan kerusakan pada hati. Hasil LFT dapat memberi gambaran mengenai jenis penyakit yang menyebabkan kerusakan hati, tetapi tes ini tidak mampu mendiagnosis akibat dari penyakit hati.
2. Alkohol : suatu tes yang digunakan untuk mengukur tingkat enzim didalam darah untuk menunjukkan kerusakan pada hati. Hasil LFT dapat memberi gambaran mengenai jenis penyakit yang menyebabkan kerusakan hati, tetapi tes ini tidak mampu mendiagnosis akibat dari penyakit hati.

STEP 2

1. Apa dampak pengkonsumsia alcohol?
2. Bagaimana proses detoksifikasi di hepar?
3. Sebutkan macam-macam gangguan hati dan penyebabnya!
4. Mengapa mengkonsumsi alcohol menyebabkan nafsu makan berkurang dan mual?
5. Berapa angka normal untuk Liver Fungsi Test?
6. Apa pengobatan farmako dan non-farmakologi untuk gangguan hepar?
7. Apa saja obat-obatan yang bersifat hepatotoksik?
8. Apa tanda dan gejala gangguan hepar?
9. Apa saja fungsi hepar?
10. Berapa batas toleransi kadar alcohol?
11. Bagaimana prosedur pemeriksaan LTF?
12. ASKEP?
13. Apa saja organ tubuh yang rusak akibat konsumsi alcohol?
14. Apa saja komplikasi gangguan hati?
15. Bagaimana mekanisme alcohol merusak hati?

STEP 3

1. Dampak mengkonsumsi alcohol :
hati rusak, ensitif, mual, muntah, BB naik, malnutrisi, sirosis alkoholik, gangguan pencernaan, penurunan penglihatan, menghambat pembentukan trombosit, insomnia, menyebabkan fatty liver, pemarah.

3. Macam-macam gangguan hati dan penyebabnya :
Hepatitis karena virus
Sirosis karena alkoholik
Batu empedu karena penimbunan kolesterol
Kanker hati : primer (menyerang hepar), sekunder (menyerang paru-paru dan hepar), tersier (menyerang hypothalamus).

4. Konsumsi alcohol menyebakan nafsu makan berkurang dan mual :
Etanol menyebabkan pusing, mual, alcohol energinya kosong sedangkan untuk memecah butuuh energy yang banyak.

6. Pengobatan farmakologi dan non-farmakologi :
Non-farmakologi :
Senam
Tidak boleh makan lemak yang banyak
Banyak minum air putih

7. Obat-obatan bersifat hepatotoksik :
Obat-obatan yang bersifat hepatotoksiik adalah obat yang dikonsumsi secara berlebihan. Apakah hepatotoksik : adalah semua obat-obatan yang dikonsumsi berlebihan berlebihan / yang metabolismenya di hepar saja?

8. Tanda dan gejala gangguan hepar :
Jaundice (kekuningan), asites, warna feces pucat, urin coklat seperti the, nyeri abdomen, muntah darah, edema, pembesaran hati, gatal-gatal, penurunan berat badan.

9. Fungsi hepar :
- pembentukan dan sekresi empedu
- metabolism karbohidrat
- metabolism protein, meliputi sintesis protein menjadi urea
- metabolism lemak, meliputi sintesis lemak menjadi kolesterol
- menyimpann vitamin yang larut dalam lemak
- menyimpan mineral
- menyaring darah
- daur ulang trombosit
- mengubah provitamin A menjadi vitamin A
- sel kuffer → fagositosis
- mereproduksi bilirubin dan biliverdin
- detoksifikasi racun

13. Organ tubuh yang rusak akibat konsumsi alcohol :
- otak → sel otak rusak
- paru-paru → menghambaat protein
- hati →kerja hati lebih berat
- lambung → ekskresi HCl meningkat
- pancreas → mengurangi jumlah enzim

14. Komplikasi gangguan hati :
- hepatocephalopathy
- encepalopaty
- pendarahan gastrointestinal

STEP 4 SKEMA

STEP 5
2. Bagaimana proses detoksifikasi di hepar?
3. Sebutkan macam-macam gangguan hati dan penyebabnya!
5. Berapa angka normal untuk Liver Fungsi Test?
6. Apa pengobatan farmako dan non-farmakologi untuk gangguan hepar?
7. Apa yang dimaksud obat-obatan yang bersifat hepatotoksik?
8. Apa tanda dan gejala gangguan hepar?
10. Berapa batas toleransi kadar alcohol?
11. Bagaimana prosedur pemeriksaan LTF?
12. ASKEP?
14. Apa saja komplikasi gangguan hati?
15. Bagaimana mekanisme alcohol merusak hati?